Kehidupan Spiritual 26 July 2025

Jaga Alam, Tanggung Jawab Akhirat Nanti

Jaga Alam, Tanggung Jawab Akhirat Nanti
Bagikan:

Aneh ya, di era dimana orang ramai-ramai jadi “environmentally conscious”, ternyata nenek moyang kita udah duluan sadar lingkungan. Malah lebih keren lagi—menjaga alam itu bagian dari iman.

Jadi gini ceritanya. Kemarin lagi scroll media sosial, ketemu postingan temen yang lagi ngerant soal polusi udara Jakarta. Curhatan panjang lebar tentang gimana susahnya napas pagi-pagi, asap kendaraan bikin mata perih, dan seterusnya. Trus ada yang komen, “Makanya jangan cuma protes, mulai dari diri sendiri dong!”

Nah, komen itu bikin aku mikir. Sebagai Muslim, sebenarnya udah ada guideline lengkap soal cara kita harus treat bumi ini. Tapi kok kayaknya jarang banget dibahas ya?

Siapa Sangka Islam Udah Duluan Go Green

Siapa sangka kalau konsep “save the earth” itu udah ada di Al-Qur’an sejak 1400 tahun lalu? Waktu aktivis lingkungan di Barat masih belum kepikiran soal carbon footprint, Islam udah ngasih panduan lengkap tentang gimana cara jadi khalifah yang baik di bumi.

Allah bilang di QS. Hud ayat 61:

هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا
Artinya: "Dia (Allah) telah menciptakan kalian dari bumi dan menjadikan kalian sebagai pemakmur di dalamnya."

Kata “ista’marakum” di situ bukan cuma berarti “kalian tinggal di bumi”, tapi lebih ke “kalian ditugasin untuk makmur-makmurin bumi”. Jadi bukan sekadar numpang lewat, tapi ada job description yang jelas: rawat dan kembangkan bumi ini dengan baik.

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya bilang, ayat ini mengandung perintah untuk membangun bumi dengan ilmu, amal, dan ketakwaan. Bukan merusaknya dengan kerakusan dan kezaliman. Simpel tapi ngena banget kan?

Manusia Modern: Kayak Anak Kost yang Nggak Pernah Bersihin Kamar

Tapi lihat kondisi sekarang. Mau nggak mau kita harus ngaku, manusia modern tuh kayak anak kost yang nggak pernah bersihin kamar. Bumi ini udah kayak kamar kost semester akhir—berantakan total.

Hutan dibabat untuk kepentingan ekonomi jangka pendek. Sungai jadi tempat pembuangan sampah. Udara kotor karena polusi industri. Tanah rusak karena penggunaan pestisida berlebihan. Satwa langka punah karena habitat mereka dirusak.

Yang lebih ironis lagi, semua kerusakan ini dilakukan atas nama “pembangunan” dan “kemajuan”. Padahal Allah udah kasih warning jelas di QS. Ar-Rum ayat 41:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
Artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia."

Ayat ini kayak peringatan dini yang sempurna. Imam al-Qurthubi menjelaskan bahwa “al-fasad” di sini mencakup segala bentuk kezaliman yang berdampak buruk pada pertanian, pembangunan, dan perdagangan. Basically, semua aspek kehidupan bakal kena imbasnya kalau manusia nggak bertanggung jawab sama lingkungan.

Sampah Plastik Jadi Saksi di Akhirat?

Pernah nggak sih kepikiran, sampah plastik yang kita buang sembarangan itu bakal jadi saksi di akhirat nanti? Kedengeran lebay, tapi serius.

Dalam Islam, konsep tanggung jawab itu holistik banget. Nggak cuma soal shalat lima waktu atau puasa Ramadan. Setiap tindakan kita, sekecil apapun, bakal dimintai pertanggungjawaban kelak.

Rasulullah SAW pernah bilang dalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi:

إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ، نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ، كَرِيمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ، جَوَادٌ يُحِبُّ الْجُودَ، فَنَظِّفُوا أَفْنِيَتَكُمْ
Artinya: "Sesungguhnya Allah itu indah, mencintai keindahan; bersih, mencintai kebersihan... Maka bersihkanlah halaman-halaman kalian."

Bayangin aja, 1400 tahun lalu Nabi udah ngajarin konsep keep it clean and beautiful. Nggak cuma soal personal hygiene, tapi juga lingkungan sekitar. Hadits ini basically adalah manual go green versi Islam yang paling awal.

Yang lebih keren lagi, beliau nggak cuma ngomong doang. Action-nya real. Nabi melarang keras buang air sembarangan di air yang nggak mengalir. Dalam hadits Bukhari-Muslim disebutkan:

لَا يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِي الْمَاءِ الدَّائِمِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
Artinya: "Janganlah salah seorang dari kalian buang air kecil di air yang tidak mengalir, kemudian mandi di dalamnya."

Ini tuh environmental protection 101 banget. Nabi udah paham konsep water pollution prevention jauh sebelum term itu jadi trending topic di Twitter.

Menanam Pohon Ternyata Investasi Akhirat

Nah, ini yang bikin aku amazed. Ternyata menanam pohon itu nggak cuma good deed biasa, tapi investasi jangka panjang yang pahalanya nggak bakal putus sampai pohon itu mati.

Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلَ مِنْهُ طَيْرٌ، أَوْ إِنْسَانٌ، أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
Artinya: "Tidaklah seorang Muslim menanam suatu tanaman atau menanam pohon, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau hewan, kecuali akan menjadi sedekah baginya."

Gila nggak tuh? Menanam satu pohon mangga di halaman rumah, terus 20 tahun kemudian ada burung yang makan buahnya, kita dapet pahala sedekah. Passive income pahala yang paling sustainable!

Ini konsep yang jauh lebih advanced dibanding program CSR perusahaan-perusahaan besar zaman sekarang. Mereka menanam pohon sekali untuk image building, tapi Islam ngajarin untuk konsisten melakukan konservasi alam karena ada reward system yang jelas.

Go Green Movement Menurut Maqashid Syariah

Yang bikin makin keren lagi, ternyata menjaga lingkungan itu masuk dalam lima tujuan utama syariat Islam (maqashid syariah). Ini bukan interpretasi modern yang dipaksain, tapi memang dasarnya udah ada dari dulu.

Hifzh an-Nafs (menjaga jiwa) - polusi udara dan air bisa bikin sakit, bahkan mematikan. Jadi menjaga lingkungan = menjaga nyawa.

Hifzh al-Mal (menjaga harta) - kerusakan lingkungan bikin kerugian ekonomi masif. Banjir, kekeringan, gagal panen, semuanya impact ke ekonomi.

Hifzh ad-Din (menjaga agama) - merusak alam berarti melanggar perintah Allah. Simple as that.

Hifzh an-Nasl (menjaga keturunan) - kita punya tanggung jawab nyiapin bumi yang layak untuk anak cucu kita.

Hifzh al-Aql (menjaga akal) - polusi bisa bikin gangguan kesehatan mental dan fisik yang berpengaruh ke kemampuan berpikir.

Jadi menjaga lingkungan tuh nggak cuma soal trend atau gaya hidup. Ini adalah implementasi syariat yang komprehensif.

Wisdom dari Syekh Qardhawi tentang Amanah Bumi

Syekh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya “Ri’ayatul Bi’ah” bilang bahwa Allah memerintahkan kita untuk membangun dan memperbaiki bumi, bukan merusaknya. Beliau tekankan bahwa merusak lingkungan adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah Allah.

Bayangin aja, kita ini kayak manager yang dipercaya handle sebuah perusahaan besar (bumi). Terus kita malah bikin rugi perusahaan itu dengan menggelapkan aset dan bikin kebijakan yang merugikan. Boss (Allah) pasti bakal minta pertanggungjawaban kan?

Nah, itulah yang bakal terjadi di akhirat nanti. Setiap kerusakan alam yang kita lakukan, langsung atau nggak langsung, bakal dimintai pertanggungjawabannya.

Aksi Kecil yang Berdampak Besar

Yang menarik dari ajaran Islam tentang lingkungan adalah fokusnya pada individual responsibility. Nggak perlu jadi aktivis lingkungan atau CEO perusahaan besar untuk bisa berkontribusi.

Mulai dari hal-hal simpel:

  • Buang sampah pada tempatnya (basic banget tapi masih banyak yang ngabaiin)
  • Hemat air dan listrik (selain ramah lingkungan, juga ramah kantong)
  • Pakai transportasi umum atau sepeda kalau memungkinkan
  • Kurangi penggunaan plastik sekali pakai
  • Pilah sampah organik dan non-organik
  • Menanam tanaman di rumah, meski cuma dalam pot

Setiap action kecil ini, kalau dihitung pakai rumus hadits yang tadi, bisa jadi pahala yang terus mengalir. Hemat air = ikut melestarikan sumber daya alam = pahala. Naik transportasi umum = kurangi polusi udara = pahala. Dan seterusnya.

Indonesia vs Idealisme Islami

Sekarang mari kita honest review. Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, gimana track record-nya dalam menjaga lingkungan?

Sadly, masih jauh dari ideal. Kita masih jadi salah satu kontributor terbesar sampah plastik di laut. Deforestasi masih tinggi. Polusi udara di kota-kota besar udah level berbahaya.

Tapi di sisi lain, kesadaran masyarakat mulai tumbuh. Banyak komunitas-komunitas lokal yang mulai bergerak. Masjid-masjid mulai implementasi program ramah lingkungan. Pesantren-pesantren mulai ngajarin santrinya tentang pertanian organik dan konservasi alam.

Wisdom Islam untuk Masa Depan Bumi

Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam punya prinsip yang relevant banget buat situasi sekarang:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَىٰ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
Artinya: "Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan."

Maksudnya, dalam situasi dimana kita harus pilih antara prevent kerusakan atau dapetin keuntungan, prioritaskan prevent kerusakan dulu. Applied ke konteks lingkungan: lebih baik nahan diri dari aktivitas yang merusak alam, meskipun itu berarti kita nggak dapet keuntungan ekonomi jangka pendek.

Ini prinsip yang harusnya jadi guideline buat policy makers, business owners, dan kita semua sebagai individuals.

Yang lebih penting lagi, Islam ngajarin kita untuk thinking long-term. Nggak cuma mikirin benefit hari ini, tapi juga consequence di masa depan. Baik di dunia maupun di akhirat.

Makanya, next time sebelum buang sampah sembarangan, inget aja: ini bukan cuma soal kebersihan kota. Ini soal tanggung jawab spiritual yang bakal ditagih sama Allah nanti.

Dan percaya deh, sistem accountability di akhirat itu jauh lebih ketat daripada audit KPK. Nggak ada yang bisa disogok atau ditutupi. Semua action kita, termasuk gimana kita treat bumi ini, bakal jadi evidence di pengadilan yang paling fair dan final.

Jadi, masih mau cuek sama lingkungan? Think twice deh.