Keluarga Edukasi Teknologi 24 July 2025

Benteng Keluarga di Era Media Sosial

Benteng Keluarga di Era Media Sosial
Bagikan:

Kamu mungkin pernah duduk bersama keluarga di ruang tamu, masing-masing sibuk dengan layar ponsel. Di balik keheningan itu, ada arus informasi yang tak pernah berhenti—dari meme lucu hingga konten yang bisa menggerus nilai-nilai iman. Di era media sosial, keluarga bukan sekadar tempat pulang, tapi benteng terakhir yang menjaga kita dari derasnya konten negatif.

Layar, Doa, dan Percakapan yang Terjaga

Di sebuah rumah di pinggiran kota, Pak Amir dan istrinya, Bu Siti, membiasakan diri untuk memulai hari dengan doa bersama. Anak-anak mereka, Fira dan Rafi, sudah terbiasa mendengar lantunan ayat suci sebelum berangkat sekolah. Namun, tantangan baru muncul: ponsel dan media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Pak Amir tak melarang anak-anaknya memiliki ponsel, tapi ia menanamkan satu prinsip: “Layar boleh dibuka, tapi hati harus tetap terjaga.” Setiap malam, mereka berkumpul di ruang keluarga, membicarakan apa saja yang dilihat di media sosial. Ada tawa, ada diskusi, kadang juga kekhawatiran. Bu Siti tak segan bertanya, “Apa yang kamu pelajari hari ini? Ada yang membuatmu bingung atau takut?” Percakapan itu menjadi jembatan antara dunia digital dan dunia nyata.

Di tengah obrolan, Pak Amir mengingatkan anak-anaknya tentang firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Percakapan di Meja Makan

Meja makan di rumah Pak Amir bukan sekadar tempat mengisi perut, tapi ruang diskusi. Fira pernah bertanya, “Ayah, kenapa banyak konten di internet yang kasar dan tidak sopan?” Pak Amir menjawab dengan tenang, “Karena tidak semua orang menjaga adab. Tugas kita bukan hanya menghindari, tapi juga belajar memilah dan membentengi diri.”

Bu Siti menambahkan, “Kita harus jadi contoh, bukan sekadar pengawas. Kalau ada yang tidak baik, jangan hanya dilarang, tapi ajak bicara dan beri penjelasan.” Percakapan itu kadang berlanjut hingga malam, membahas bagaimana Islam mengajarkan adab dalam berkomunikasi, baik di dunia nyata maupun maya.

Menanamkan Nilai di Tengah Arus Digital

Setiap keluarga punya cara sendiri untuk menanamkan nilai. Di rumah Pak Amir, mereka membuat jadwal khusus untuk membaca Al-Qur’an dan berdiskusi tentang isi ayat. Fira dan Rafi belajar bahwa ayat-ayat suci bukan sekadar bacaan, tapi pedoman hidup. Ketika ada konten negatif yang muncul di ponsel, mereka diajak untuk membandingkan dengan nilai-nilai yang sudah dipelajari.

Pak Amir sering mengutip hadist dan tafsir, menjelaskan bahwa menjaga keluarga bukan hanya soal mengawasi, tapi juga membimbing dan mendekatkan hati. Ia berkata, “Kita tidak bisa mengontrol semua yang ada di internet, tapi kita bisa mengontrol reaksi dan sikap kita.”

Benteng Terakhir Bernama Keluarga

Di era digital, keluarga adalah benteng terakhir. Pak Amir dan Bu Siti sadar, mereka tidak bisa sepenuhnya melindungi anak-anak dari paparan konten negatif. Namun, dengan komunikasi yang terbuka, nilai yang ditanamkan sejak dini, dan doa yang tak pernah putus, mereka yakin keluarga bisa menjadi pelindung yang kokoh.

Fira pernah bercerita tentang temannya yang terpengaruh konten negatif di media sosial. Pak Amir tidak langsung menghakimi, tapi mengajak Fira untuk mendoakan dan memberi contoh yang baik. “Kita tidak bisa memilih lingkungan digital, tapi kita bisa memilih sikap dan tindakan,” ujarnya.

Refleksi di Malam Hari

Setiap malam, sebelum tidur, keluarga Pak Amir berkumpul untuk berdoa bersama. Mereka memohon perlindungan dari Allah agar dijauhkan dari fitnah dunia maya. Doa itu menjadi penutup hari, pengingat bahwa di tengah derasnya arus informasi, hanya Allah yang mampu menjaga hati dan pikiran.

رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka."

Di era media sosial, jihad menjaga keluarga bukan hanya soal larangan, tapi tentang membangun benteng nilai, komunikasi, dan kasih sayang. Karena pada akhirnya, keluarga adalah tempat pulang yang paling aman, di dunia nyata maupun maya.