Tau nggak sih, di Indonesia, orang kaya belum tentu hidupnya sejahtera. Serius, ini bukan sekadar sindiran buat yang suka pamer saldo e-wallet di story. Ada studi global yang bilang, negara kita malah juara dalam urusan kesejahteraan, ngalahin Amerika, Jepang, bahkan Swedia. Padahal, kalau soal gaji, kita mah masih kalah jauh. Kok bisa?
Nah, ini dia yang bikin penasaran. Ternyata, kesejahteraan itu bukan cuma soal duit. Ada faktor-faktor lain yang bikin hidup kita lebih “berisi”. Kayak kebahagiaan, kesehatan, makna hidup, karakter, hubungan sosial, dan stabilitas keuangan. Studi dari Harvard, Baylor, Gallup, dan Center for Open Science selama lima tahun, melibatkan 207 ribu orang dari 22 negara, membuktikan hal ini. Indonesia, Meksiko, Filipina—negara yang pendapatannya nggak segede Amerika—malah nangkring di posisi atas.
Plot twist-nya di sini: negara kaya kayak Jepang, Inggris, Turki malah dapat skor kesejahteraan paling rendah. Jadi, jangan heran kalau tetangga yang gajinya UMR tapi rajin ikut pengajian, hidupnya lebih bahagia daripada bos startup yang tiap hari meeting sama investor.
Oke, sekarang bayangin. Kamu lagi nongkrong di warung kopi, ngobrol santai sama teman-teman. Ada yang curhat soal kerjaan, ada yang cerita soal keluarga, ada juga yang tiba-tiba bahas makna hidup. Suasananya hangat, penuh tawa, kadang diselingi sindiran tipis-tipis. Di situ, kamu ngerasain sendiri, kesejahteraan itu bukan soal saldo rekening, tapi soal rasa “cukup” dan kebersamaan.
Yang bikin aku kepikiran, ternyata partisipasi di komunitas agama itu ngaruh banget ke kesejahteraan. Di Indonesia, orang yang rutin ikut kegiatan agama punya skor kesejahteraan lebih tinggi. Di Filipina, bedanya malah jauh lebih besar. Jadi, jangan remehkan kekuatan ngaji bareng atau sekadar silaturahmi di masjid.
Tunggu dulu, belum selesai. Ada satu tokoh keren dari masa lalu yang punya pandangan unik soal kesejahteraan: Ibnu Khaldun. Dia bilang, kesejahteraan itu harmoni sosial dan spiritualitas. Istilahnya, umran—peradaban yang dibangun atas dasar kerja sama dan keadilan. Tanpa dua hal ini, hidup manusia nggak bakal “utuh”.
Ibnu Khaldun pernah nulis:
Serius deh, ini crazy. Ibnu Khaldun udah bilang dari dulu, manusia itu nggak bisa hidup sendiri. Kita butuh kerja sama buat makan, bertahan, dan membangun peradaban. Kalau cuma ngandelin kekayaan pribadi, ya hidup bakal sepi, nggak ada makna.
Makanya aku bilang, kesejahteraan itu soal kebersamaan dan keadilan. Dalam masyarakat modern, ini berarti kebutuhan dasar terpenuhi, sistem sosial adil, dan semua orang merasa aman. Tanpa itu, tujuan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi nggak bakal tercapai.
Plot twist-nya, Ibnu Khaldun juga ngutip Aristoteles. Katanya, dunia itu kayak kebun, negara jadi pagarnya, pemimpin itu tukang kebunnya, tentara jadi penjaga, rakyat sumber rezeki, dan keadilan jadi pupuknya. Kalau salah satu nggak ada, kebun bisa rusak. Kesejahteraan itu harus dirawat bareng-bareng.
Ibnu Khaldun nulis:
Oke, sekarang bayangin lagi. Kalau negara nggak adil, rakyat nggak sejahtera. Kalau pemimpin nggak peduli, kebun bisa gersang. Kesejahteraan itu hasil kerja sama semua pihak, bukan cuma hasil kerja keras satu orang.
Yang lebih gila lagi, Al-Mawardi punya analogi lain. Dia bilang, kesejahteraan itu kayak tanah subur. Semua orang, baik yang kaya maupun yang miskin, bisa menikmati hasilnya. Kalau tanahnya subur, orang jadi nggak gampang iri, nggak saling benci, malah makin rajin berbagi.
Al-Mawardi nulis:
Jadi, kalau semua orang bisa merasakan manfaat kesejahteraan, ketimpangan sosial bakal turun. Orang jadi lebih terbuka, lebih peduli, dan makin rajin bantu sesama. Kesejahteraan itu fondasi buat hubungan sosial yang kuat.
Nah, ini dia yang menarik. Islam ngajarin kita buat kerja sama, adil, dan punya makna hidup yang kuat. Gotong royong itu bukan cuma slogan, tapi praktik sehari-hari. Orang Indonesia terkenal ramah, suka bantu, dan nggak pelit. Prinsip keadilan juga dijaga, biar semua orang bisa hidup nyaman.
Makanya, hidup yang sejahtera itu bukan soal kaya, tapi soal “kaya” yang bikin hidup lebih bermakna. Lahir dan batin. Kalau cuma kaya materi, tapi nggak punya makna hidup, ya sama aja kayak makan nasi tanpa lauk. Hambar.
Tunggu dulu, pertanyaannya sekarang: kamu masih yakin kekayaan itu jaminan kesejahteraan? Atau justru, kesejahteraan itu soal kebersamaan, keadilan, dan makna hidup?
Next time kalau lagi ngerasa kurang, inget-inget deh, mungkin yang kamu butuhin bukan saldo rekening, tapi teman ngobrol, komunitas, dan rasa syukur. Karena pada akhirnya, yang bikin hidup “berisi” itu bukan angka di rekening, tapi kebersamaan dan makna yang kita ciptakan bareng-bareng.
Share dong kalau kamu setuju bahwa kesejahteraan itu bukan soal kekayaan, tapi soal kebersamaan dan makna hidup!